Selasa, 24 Februari 2009

Mengubah Dunia dengan Berderma





Mengubah Dunia dengan Berderma

Judul: Leaving Microsoft to Change The Work, Kisah Menakjubkan Seorang Pendiri 3.600 Perpustakaan di Asia
Penulis: John Wood
Penerjemah: Widi Nugroho
Penerbit: Bentang, Yogyakarta
Cetakan: Agustus 2007
Tebal: 367 halaman

"ORANG yang mati kaya akan mati dengan rasa malu," kata industrialis baja legendaris Amerika Andrew Carnegie.

Orang mengenal Carnegie sebagai seorang dermawan. Tetapi ia hanyalah satu di antara ribuan dermawan di Amerika, yang memang dikenal sebagai gudangnya kaum filantrop, termasuk yang punya pandangan aneh dan tingkah nyleneh. Sebagai superstar kaum dermawan, kita mengenal Bill Gates dan George Soros. Anda mungkin juga kenal nama Chuck Feeney, seorang dermawan yang memberikan bantuan secara diam-diam, misterius dan menjauhi publikasi. Miliaran dolar kekayaannya disumbangkan untuk kaum miskin, dan hanya disisakan 1,5 juta dolar untuk diri sendiri. Setelah hampir 20 tahun, rahasianya bocor dan kisahnya dibukukan tahun ini: The Billionaire Who Wasn't: How Chuck Feeney Secretly Made and Gave Away a Fortune.

Mengapa orang Amerika suka berderma? Dalam The Greater Good: How Philanthropy Drives the American Economy and Can Save Capitalism, Claire Gaudiasi menuturkan orang-orang Amerika bisa kaya raya karena banyak berderma. Bukan sebaliknya, mereka suka berderma karena kaya. Para penderma tersebut melakukan itu untuk tujuan hidup yang lebih baik bagi orang lain, tidak hanya untuk diri sendiri.

Membantu Orang Lain

Banyak kisah menarik tentang orang-orang dermawan. Tetapi kisah John Wood di buku ini jelas tergolong istimewa. Bagaimana tidak? Sebagai seorang eksekutif di Microsoft, perusahaan komputer ternama di dunia, gajinya besar. Usianya baru sekitar 30 tahun. Tetapi semua itu ditinggalkan setelah terguncang hatinya menyaksikan ratusan anak sekolah di Nepal yang belajar tanpa buku-buku memadai. Tidak hanya jabatan dan gaji besar yang ditinggalkan. Ia juga terpaksa berpisah dengan pacar karena perempuan yang menarik hatinya itu tidak sepakat dengan rencana "aneh": membantu mendirikan perpustakaan di sekolah-sekolah Nepal.

Perubahan kehidupan John Wood sungguh radikal. Selama tujuh tahun ia bekerja gila-gilaan di Microsoft, selalu mengejar karier dan gaji tinggi, praktis tidak pernah libur. Sampai pada satu saat ia berpikir: "Apakah cuma ini yang ada --jam-jam panjang dan gaji lebih besar? Saya telah menjalani gaya hidup komando seorang prajurit korporat. Liburan hanyalah bagi orang-orang yang lemah. Para pemain sejati bekerja pada akhir pekan, terbang ratusan ribu mil dan membangun kerajaan-kerajaan mini di dalam sebuah patung raksasa global yang disebut Microsoft. Para pengeluh adalah mereka yang tidak peduli dengan masa depan perusahaan."

Kehidupannya berubah total setelah akhirnya ia bisa mengambil cuti dan pergi ke Nepal, berjalan kaki menyusuri desa-desa terpencil di kawasan Himalaya. Saat mampir di sebuah SD di Desa Bahundanda, ia menyaksikan sekitar 450 siswa sekolah tanpa buku. Ia sedih luar biasa. "Empat ratus lima puluh murid tanpa buku. Bagaimana hal ini bisa terjadi di sebuah dunia dengan buku-buku yang melimpah?" tulisnya.

Ia membayangkan masa kecilnya di Amerika. Meskipun keluarganya tidak kaya, ia bisa menikmati buku-buku melimpah di perpustakaan. Apalagi ia termasuk rajin ke perpustakaan hingga diizinkan pinjam buku lebih dari ketentuan.

Hatinya makin galau ketika menerima tagihan untuk penginapannya, yang dinilainya sangat kecil. "Saya merasa bersalah karena jumlahnya. Saya mendapat tempat tidur, bir, makan malam, makan pagi, dan bercangkir-cangkir susu yang tak terbatas. Hanya lima dolar. Memberikan tip dianggap suatu penghinaan," katanya pula.

Memberi Bea Siswa

Dalam perjalanannnya ke Nepal itu, kebetulan ia sedang membaca buku karya Dalai Lama, The Art of Happiness. Pemimpin Tibet dalam pengasingan itu antara lain mengatakan bahwa salah satu kewajiban utama kita adalah mencari orang-orang yang tidak mampu dan mengeluarkan mereka dari siklus kemiskinan.

Keluar dari desa terpencil itu, John Wood tidak membuang waktu. Ia langsung mengirim pesan ke semua kenalannya yang namanya tertulis di laptop. Ia minta bantuan buku-buku untuk dikirimkan ke Nepal. Ia pun mendirikan lembaga Books for Nepal, kemudian berganti Room to Read, yang memberikan bantuan dana dan buku-buku untuk perpustakaan sekolah.

Tidak mudah memang, termasuk ketika ia akan pamit pada atasannya untuk keluar dari Microsoft, pacar, dan kawan-kawannya. Semua terkejut, tetapi John Wood sudah bulat tekadnya. Dengan dukungan kawan-kawan dan sahabatnya, Room to Read menjadi lembaga makin maju. Operasinya pun melebar di luar Nepal, ke Sri Lanka, India, Laos, Kamboja, dan Vietnam. Ribuan perpustakaan telah dibangun, jutaan dolar disebarkan untuk mendirikan sekolah, laboratorium komputer dan bahasa, serta bea siswa di kawasan miskin.

Buku yang enak diikuti ini adalah kisah yang penuh dengan nilai-nilai kemanusiaan. Buku tentang kekuatan jaringan persahabatan, orang-orang optimistis di tengah konflik dan perang, dan mereka yang tidak hanya mengeluh tetapi berbuat sesuatu untuk menjadikan dunia lebih baik. Banyak pandangan penulisnya yang sangat menggugah kesadaran kita.

"Tidaklah penting jika kita memiliki kekayaan materi. Apa yang sesungguhnya penting adalah --apa yang kita lakukan dengan kekayaan itu?" begitu ia menulis dalam catatan harian.

Ia pun melanjutkan: "Saya telah mencapai kesuksesan finansial pada usia muda, tetapi itu sebagian besar karena keberuntungan saya. Saya kebetulan bergabung dengan perusahaan yang tepat pada saat yang tepat. Fakta bahwa apa saya mempunyai uang tidak menjadikan saya orang yang lebih baik. Yang sungguh-sungguh penting adalah apa yang saya lakukan dengan uang itu."

Apa yang dirasakan sebagai kenikmatan bagi John Wood adalah ketika mendengar kemajuan anak-anak sekolah yang dibantu. Seperti Nguyen Thai Vu, anak cerdas dari Vietnam, murid pertama yang dibantunya. Diawali dengan beasiswa 20 dolar pada 1997, Vu dapat mengembangkan diri dalam studinya. Ia kemudian bisa lancar tiga bahasa asing, belajar di universitas, dan meraih gelar sarjana dalam piranti lunak. Istri Vu seorang perawat yang membantu kaum miskin pedesaan, dan anak perempuannya akan memperoleh manfaat karena orangtuanya yang berpendidikan baik.

Ia membayangkan, kalau Vu bisa membuat kemajuan dalam delapan tahun, apa yang mungkin terjadi pada hampir satu juta murid yang sekarang belajar di sekolah-sekolah yang dibantunya? Yang bersemangat melahap buku-buku di perpustakaannya?

Ia pun mengutip kata-kata John Wolfgang von Goethe yang menulis tentang Simponi Kelima Beethoven. "Seandainya semua pemusik di dunia memainkan gubahan ini secara serempak, planet bumi ini akan lepas dari porosnya."

Sebuah buku yang mengaduk-aduk perasaan. Saya membayangkan, satu persen saja kaum dermawan melakukan hal yang sama seperti John Wood, wajah negeri ini akan sangat lain dalam 10 atau 20 tahun mendatang.
oleh Djoko Pitono, diambil dari Suara Merdeka Cyber News, 22-10-2007

Minggu, 22 Februari 2009

LPJ

A. PENDAHULUAN

a. Latar Belakang/Analisis Situasi

Kampung Code Utara Terletak di bagian utara Kota Yogyakarta, merupakan kampung dengan status tanah bukan hak milik namun telah diakui pemerintah dengan dimasukkan ke dalam sistem administratif birokrasi RT 01 kelurahan Kotabaru. Kampung ini menempati bantaran sungai Code, sisi selatan jembatan Sudirman.

Masyarakat Code Utara merupakan komposisi warga pinggiran dengan tingkat ekonomi rata-rata rendah. Sebagian besar bekerja pada sektor informal seperti pemulung, pembecak, pedagang kecil, bengkel, penambang pasir kali, tukang parkir, dan sejenisnya. Sementara, tingkat pendidikan warga sudah banyak yang menyelesaikan pendidikan dasar dan menengah. Kondisi pemukiman padat, dengan rumah-rumah yang saling berimpit, ruangan kecil, jalan sempit, dan ruang publik yang minim. Kehidupan sosialnya akrab meski gesekan-gesekan atau konflik kecil telah menjadi bagian dari kehidupan mereka. Warga mengorganisir kegiatan dan mengakomodasi kepentingan lewat kegiatan arisan maupun rapat RT yang diadakan setiap Minggu Pahing. Sedangkan kelompok remaja memiliki organisasi Muda-mudi sebagai ruang mengakomdasi kepentingan dan kebutuhan anggotanya.

Kehadiran perpustakaan masyarakat seakan jadi oase manakala kesibukan sehari-hari jadi tekanan. Warga memerlukan perpustakaan sebagai ruang publik yang dekat, mudah diakses, tidak rumit, rekreatif sekaligus edukatif, sesuai kebutuhan, menyatukan mereka dalam keguyuban masyarakat, dan ada rasa memiliki sehingga proses sosial-budaya di dalamnya berlangsung sebagai satu rangkaian dengan kegiatan keseharian mereka. Namun, lemahnya penanganan pelayanan seringkali membuat perpustakaan di Code Utara ini tidak berfungsi seperti harapan warga. Kurangnya dorongan semangat dan ketersediaan tenaga yang cakap, yang dapat mengelola perpustakaan dengan baik, efesien, dan tepat sasaran, adalah kendala utama.

Selama ini Pustaka Kampung ditangani remaja kampung yang secara aktif berusaha terus menghidupkan budaya baca. Bekal yang dimiliki memang masih sekadar semangat, tanpa dukungan dana dari RT maupun pihak lain, juga dengan pengetahuan sekadarnya tentang pengelolaan taman bacaan masyarakat. Koleksi bahan bacaan didapat dari sumbangan dan belum pernah mendapat bantuan pendanan, sebelum kemudian memperoleh dana stimulan dari Pemkot. Namun, perhatian beberapa pihak ini telah membuat perpustakaan masih eksis, walau pasang-surut.

b. Tujuan Pelaporan

Laporan ini merupakan bagian dari kelanjutan pelaksanaan bantuan stimulan perpustakaan yang diberikan Pemkot Yogyakarta lewat UPT Perpustakaan Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta tahun 2008, sekaligus gambaran perkembangan Pustaka Kampung. Laporan ini bermanfaat sebagai masukan, baik kepada Pemerintah Kota, warga Code Utara, dan masyarakat luas yang memiliki perhatian dan kepedulian terhadap perpustakaan komunitas. Pustaka Kampung akan menggunakan laporan ini sebagai salah satu pijakan penentuan arah pengembangan ke depan, mengingat semangat yang luar biasa yang ditunjukkan remaja Kampung Code dalam upaya penguatan budaya baca.

B. PROFIL PERPUSTAKAAN

a. Nama perpustakaan

PUSTAKA KAMPUNG

Codhe Community Library

Visi : Menjadi ruang rekreatif dan edukatif serta dapat mengembangkan kreativitas anggota.

Misi : - Menyediakan ruang yang representatif dan layak untuk kegiatan belajar, membaca, dan kegiatan literer.

- Memfasilitasi kebutuhan bahan pustaka warga Code Utara.

b. Alamat lengkap

Balai Serbaguna (Pustaka Kampung 1)dan Sekretariat Muda-mudi (Pustaka Kampung 2) Kampung Codhe Utara, RT 01 RW I Kel. Kotabaru, Kec. Gondokusuman, Kota Yogyakarta.

http://spesieslangka.blogspot.com

pustakampung@gmail.com

c. Nama Pelindung

Ketua RT 01, Drs. Darsam

d. Nama ketua

Muhammad Taufikul Basari

e. Sasaran layanan perpustakaan

i. Anak-anak (usia SD) : 29 orang

ii. Remaja (usia SMP-SMA-blm menikah): 31 orang

iii. Usia Dewasa : 91 orang

iv. Usia lansia : 18 orang

f. Keadaan koleksi

Koleksi berupa bahan pustaka meliputi dua jenis; bahan bacaan dan alat permainan edukatif. Perpustakaan juga dilengkapi dengan poster, peta, dan ‘papan’ bulettin.

Bahan bacaan yang tersedia berupa buku, majalah, suratkabar, buletin, komik.

Buku : 1333 judul 1361 eksemplar

Bukan buku : 15 jenis

g. Sarana dan prasarana perpustakaan

· Gedung/ruang : 1. Ruang utama yang menjadi sekretariat perpustakaan adalah ruang milik organisasi Muda-mudi kampung, berupa satu ruang 3X3 m. Letaknya di bawah ‘Museum Romomangun’. Ini adalah lokasi perpustakaan yang baru.

2. Sebagian koleksi ditempatkan di Balai Sebaguna milik Kampung, kotak-kotak berkaca. Tempat ini adalah lokasi perpustakaan yang lama, merupakan lokasi strategis berupa balai terbuka 3X6 m.

· Perlengkapan

1. Kotak kayu tempat koleksi berjumlah 9 buah di Balai Serbaguna: 2 kotak untuk kampung berisi ragam ‘souvenir’ kenang-kenangan kunjungan dan piagam, 1 kotak untuk penyimpanan alat posyandu, 6 kotak untuk koleksi buku dan majalah.

2. lemari rak, 2 buah ada di sekretariat.

3. rak papan, 4 buah.

4. meja, 1 buah.

5. lemari, 1 buah (milik Muda-mudi)

6. Peta dunia, 1 buah

7. Peta Yogyakarta, 1 buah

8. Poster, 4 buah.

9. Kursi, 1.

10. White Board, 1.

h. Pengelola

Pengelolaan di bawah Organisasi Muda-mudi oleh satu tim Perpustakaan yang berfungsi sebagai penyelenggara perpustakaan.

Ketua Perpustakaan : M. Taufikul Basari

Bidang Layanan : Mulyani

Desi Wulansari

Nararia Hangyowati

Ika Wulandari

Bidang Administrasi : Nita Nurjanah

MudiYatno

Agung Susilo

Randi

i. Pelayanan

· Jadwal Pelayanan

· Balai Serbaguna

Minggu 19.30—21.00

Kamis 19.30—21.00

· Skretariat

Minggu 09.00—12.00

Rabu 15.00—18.00

Jumat 15.00—18.00

· Rata-rata jumlah pengunjung : 15 pengunjung

· Rata-rata peminjam : 5 peminjam

j. Kegiatan penunjang/pendamping

No

Hari/tanggal

Kegiatan

Penanggungjawab

Peserta

1

Minggu—Jumat

Bimbingan Belajar

Candra, Sri Lestari

Anak-anak SD dan SMP

C. POKOK-POKOK LAPORAN

a. Jumlah penerimaan bantuan

Bantuan stimulan sejumlah Rp 7.000.000,00 tunai dari Pemkot diterima pada tanggal 13 Januari 2009 di UPT Perpustakaan Kota Yogyakarta, Kotabaru.

b. Kegiatan yang dilaksanakan

· Persiapan tempat baru untuk Pustaka Kampung

16-1-09: Rapat pengurus (anggota Muda-mudi) menentukan sistem kerja penggunaan dana stimulan. Proses rapat, penentuan keputusan bersama, dan kerjasama pengelola adalah bagian dari proses pembelajaran yang penting karena sebagian besar pengurus masih remaja (usia SMP-SMA) sehingga ke depan akan menjadi bekal yang berharga dalam pembentukan karakter sosial mereka.

18-1-09: Kerjabakti pembersihan ruang sekretariat Muda-mudi sebagai bakal tempat perpustakaan yang baru, sekaligus membuat taksiran pembelanjaan untuk perlengkapan dan peralatan perpustakaan. Pemilihan tempat baru ini karena tempat lama sangat terbatas, sudah tidak mungkin menempatkan rak baru dan juga tempat tersebut terbuka sehingga sulit mengontrol keamanan koleksi bahan pustaka.

26-1-09: Pengecatan kayu bagian dalam dan pemindahan buku.

· Klasifikasi koleksi buku, penomoran, dan penyampulan (perawatan)

Klasifikasi dan pendataan buku. Semua koleksi lama didata dan diberi call number serta warna identifikasi jenis buku. Klasifikasi menggunakan DDC Dewey secara sederhana, hanya menggunakan 10 jenis nomor; 000, 100, 200, 300, 400, 500, 600, 700, 800, 900. buku-buku lama, berupa buku pelajaran sekolah sebelum keluaran 2004 dan juga buku rusak dipilah untuk ‘dikeluarkan’ atau dijual kiloan, jumlahnya sekitar 200 eksemplar. Proses klasifikasi dan pendataan ini memerlukan waktu paling lama mengingat keterbatasan tenaga yang dapat melakukannya dan waktu luang.

Penyampulan buku (lama dan baru) untuk meminimalisir kerusakan dengan sampul plastik ketebalan standar.

· Pembelian sarana penunjang

Kebutuhan penempatan koleksi buku dipenuhi dengan pembelian 2 lemari rak buku baru, pembuatan rak ‘display’ yang menempel pada dinding, dan meja untuk layanan. Satu lemari milik Muda-mudi dimanfaatkan Pustaka Kampung dengan beberapa perbaikan. Saat ini sedang proses meminta kursi yang sudah tidak dipakai dari RT.

· Penambahan koleksi pustaka

Kami mengajak pengurus dan anggota Muda-mudi untuk turut berbelanja buku sebagai bagian dari pembelajaran. Bertepatan dengan pameran buku di Jogja, Pustaka Kampung mencoba memaksimalkan pembelanjaan buku dengan membeli buku-buku lewat pameran yang harganya jauh lebih murah daripada di toko buku. Beberapa buku yang tidak didapatkan lewat pamera buku, kami beli lewat toko buku Togamas dan shopping centre. Pembelanjaan untuk buku ini merupakan alokasi terbesar dari dana stimulan. Selain buku kami juga menambah koleksi puzzle, peta, dan poster.

Penambahan koleksi bahan pustaka juga diperoleh dari koleksi Perpustakaan & Pondok Belajar Ghifari Kali Code yang digabungkan dengan Pustaka Kampung. Pustaka Kampung juga memperoleh bantuan buku dari Bentang Pustaka—penerbit lain masih dalam proses.

Dalam pembelanjan koleksi bahan pustaka, kami mempertimbangan segmentasi kebutuhan warga. TBM saat ini masih dipakai sebagai tujuan rekreatif karena sebagian besar anggota aktif adalah remaja dan anak-anak. Acuannya adalah jenis buku yang sebelumnya banyak dicari dan juga memenuhi pesanan judul dari warga.

c. Laporan keuangan

LAMPIRAN 1

D. RENCANA PENGEMBANGAN

a. Jangka pendek

· Penataan administrasi agar lebih rapi dan terdokumentasi secara baik, penggunaan kartu anggota dalam peminjaman, dan penyesuaian sistem peminjaman sesuai tuntutan pengguna.

· Pembuatan dan pemeliharaan e-mail dan blog sebagai sarana komunikasi keluar.

· Memperkuat jaringan antar perpustakaan komunitas. Selama ini sudah terjalin dengan jaringan perpustakaan anak 1001 buku.

· Konsistensi pelayanan meliputi ketepatan jadwal layanan, kepatuahan pada sistem yang disepakati seperti lama peminjaman dan denda.

· Kegiatan outbond remaja untuk memperkuat karakter individu dan sosial dalam rangka memperkuat jalinan kerjasama antar remaja Kampung Code Utara. Pustaka Kampung akan mensponsori kegiatan ini dengan menyisihkan dana stimulan yang masih tersisa. Kegiatan rencananya akan dilaksnakan pada Maret 2009.

· Pembuatan buletin tempel yang diisi oleh remaja.

· Memfasilitasi anak-anak untuk mengirimkan tulisan dan gambar mereka ke suratkabar atau majalah anak-anak.

b. Jangka panjang

· Menyediakan sarana pustaka yang lebih komplit sesuai dengan kebutuhan warga, seperti penyediaan bahan pustaka elektronik.

· Mendapatkan donatur buku tetap.

· Mengadakan kegiatan rutin untuk remaja serupa outbond atau supercamp.

E. EVALUASI DAN SARAN

a. Selama ini penekanan perpustakaan masyarakat pada bahan pustaka maupun sarana, padahal untuk membentuk budaya baca tidak dapat hanya dilakukan dengan penyediaan bahan pustaka. Perpustakaan komunitas seharusnya menjadi organisasi aktif yang melakukan kegiatan-kegiatan pembelajaran kreatif untuk mendukung pemintaran masyarakat. Namun, untuk merancang dan melakukan kegiatan seperti itu diperlukan sumberdaya yang handal, yang telah memiliki pengalaman dan dapat menumbuhkan intelektualitas lewat berbagai macam kegiatan kreatif. Sedangkan kebanyakan perpustakaan komunitas berbasis pada masyarakat marjinal secara ekonomi dan pendidikan, lemah dalam sumber daya manusia. Diperlukan transfer pengetahuan yang lebih banyak dan berkesinambungan.

b. Kegiatan seperti di atas dapat dilakukan lewat kerjasama dengan instansi swasta, namun perlu fasilitator dari instansi pemerintah yang memliki tanggungjawab dalam hal perpustakaan. Perpustakaan komunitas memiliki keterbatasan jaringan dan sumberdaya, karena itu tetap diperlukan pendampingan. Pendampingan tidak harus dari pemerintah, namun dapat memanfaatkan akademisi dari level universitas atau LSM.

F. PENUTUP

Sebelumnya, Pustaka Kampung sangat berterimaksih kepada Pemerintah Kota Yogyakarta yang lewat UPT Perpustakaan Kota telah memberikan bantuan stimulan sehingga memompa semangat kami dalam mengembangkan perpustakaan komunitas. Terimakasih pula untuk pihak-pihak lain yang telah membantu, mendukung, dan memberi sumbangan tenaga, pikiran, dan materi. Terimakasih kepada organisasi Muda-mudi Kampung Code Utara, kepada ketua RT 01, Kepada ketua RW I, kepada Lurah Kotabaru, dan segenap pihak yang tidak disebutkan namun aktif membantu. Semoga lewat bantuan stimulan ini Pustaka Kampung dapat menjadi perpustakaan komunitas yang lebih ‘hidup’ dan aktif.

Yogyakarta, 17 Februari 2009

Mengetahui,

Lurah Kotabaru

Purwanto

Ketua RW I

Bahran

Ketua Perpustakaan

M. Taufikul B

Rabu, 18 Februari 2009

Ayo Teriak: Horeeee!


Kami melawati kesibukkan mengembangkan perpustakaan komunitas dengan langkah yang ringan, namun baru terasa lelahnya setelah sampai pada akhir Laporan Pertanggungjawaban. Buku-buku masih berserakan. Debu-debu keluar masuk ruangan. Air menggenangi satu sudut ruangan ketika hujan deras datang. Kucing kecil yang kelaparan tidur di tumpukan buku. Kertas-krtas hasil potongan yang ragu tersebar, mengisisudut-sudut yang tidak pernah disapu. Ada kebersamaan tersisa di potongan-potongan kecil plastik sampul. Duh, buku-buku ini membuat tubuh kami seperti terjerembab di jalan.


Bersyukur, ini akan segera selesai. Dinding-dinding yang tak karuan, kami tempeli macam-macam poster. Ada gambar-gambar perempuan cantik, ada foto-foto kami sedang jadi turis, ada paku berbulu, debu-debu selalu bertambah dan cicak tidak pernah mau meninggalkan tempat tersebut.

“Ayo bereskan!” teriak salah satu dari kami, dalam hati. He he he.... anak-anak akan membikin ribut dan menghancurkan seluruh karya kita ini! Lihat mereka! Kakinya bercampur pasir, aduh, kita harus rajin menyapu lantai yang jelek ini. Belum lagi kalau mereka brteriak-teriak, memegang-megang yang tidak boleh dipegang (apaan sih?!), mengambil buku tanpa niat mengembalikannya di tempat semula, mengacak-acak smuanya! Semuanya!!!!


Hai, Asa, pergi dari kertas-kertas itu!


Awas, puzzle itu harus lengkap, kalau sampai hilang ekornya, kau akan kujadikan potongan puzzle!


Vera, jangan bermain-main dengan cutter, nanti kumismu terpotong! (halah, ini ma fantasi doang... anak perempuan ko berkumis!)


Yah, itu hanya bayangan kami, tapi 80% keributan disebabkan anak-anak itu sudah lumayan.... artinya, yang remaja masih kebagian 20% berbuat gaduh! Aku tidak suka mendengarkan lagu-lagu Indosesia! Teriak seseorang!


Ayo, kita nyanyi dangdut! Kata Desi girang.


Wah, kalian masukin cicak ke dalam kopiku ya??? Ini teriakan Topik, si maniak kopi.


Ini buku banyak banget ya, dikiloin aja pasti lumayan! Wah-wah.... kelakuan siapa ya yang mau ngiloin buku.... pasti si Santoso bin Londo.